Nada menambahkan, sebagai generasi ramaja tahun 80-90an, radio itu sesuatu yang tidak bisa dilupakan, media yang begitu intim dan personal. “Radio itu dulu mungkin seperti medsos zaman sekarang, begitu intimate bagi saya dan teman-teman sekolah dulu di SMP dan SMA.
Rajin dengerin Oz, Ardan, Rase, dan WG. Radio itu teman belajar, tempat curhat, dan pastinya kirim-kirim salam buat teman dan juga kecengan,” paparnya mengenang masa lalu.
Mewakili Kepala Stasiun RRI Bandung, Sasmita mengatakan bahwa radio kini tidak lagi monoton menyiarkan, namun harus menciptakan inovasi untuk tetap eksis betapa radio hanya menjadi corong alternatif. “RRI kini memiliki komunitas pendengar fanatik, di antaranya adalah para santri yang bersinergi bersama RRI,” tutur Sasmita.
Ketika ditanyakan ke beberapa peserta, diketahui jika mereka memiliki harapan untuk TKPR, dimana hal ini tetap berjalan menjadi sebuah momentum kebersamaan yang selalu dikenang sepanjang masa. Memberi dukungan kepada stasiun radio yang mencintai pendengarnya.
Setelah lama tidak berjumpa, sejatinya Temu Keluarga Pendengar Radio yang ke-6 ini menjadi sarana silaturahim dan ajang kangen-kangenan anggota komunitas pendengar radio, stasiun radio, dan penyiar yang hadir dari berbagai pelosok tanah air dan luar negeri.
Rencananya estafet Temu Keluarga Pendengar Radio yang akan datang ( TKPR 7) bakal digelar di luar pulau Jawa, yakni di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. (Rudy)