“Yang penting, asal kita memiliki semangat untuk belajar, walaupun dalam pelaksanaannya salah-salah. Dan ini mengadarkan kepada kita sebagai makhluk yang tidak menyamai lafaz Allah SWT,” selanya.
Begitu pun kalau kita menunaikan salat, berarti berdoa. “Ya, Allah terimalah salat saya. Terimalah rukuk saya. Terimalah sujud saya. Kan itu doanya. Yang penting, apakah salat kita itu sudah persis atau pas apa-nggak ? Dalam segi gerakan saja, kita belum tentu pas, sebab yang menyaksikan saat itu Rasulullah dan Malaikat Jibril. Rasulullah itu diajari salat dan gerakannya oleh Malaikat Jibril. Tidak ada sahabat. Rasulullah langsung, makanya langsung diriwayatkan mazhab-mazhab itu, oleh para sahabat,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, sebut Indar, para sahabat melihat apa yang dilakukan Rasulullah ada perbedaannya. Sebab Rasulullah menyaksikan langsung apa yang disampaikan oleh Malaikat Jibril. Tetapi, oleh Rasulullah ada yang ditambah gerakannya. Jari digerak-gerakkan dan ada yang tidak pada saat ‘tumakninah’. Itu ‘furuiah” (perbedaan) karena orang memandang mazhab itu berbeda-beda. Ada yang pakai ‘qunut’ (bacaan saat berdiri dari rukuk pada rakaat kedua salat subuh) dan tidak.
Sahabat yang menyertai Rasulullah, pakai ‘qunut’. Ada sahabat yang menyaksikan Rasulullah dalam perjalanan tidak pakai ‘qunut’. Akhirnya, para sahabat itu memakai apa yang dicontohkan Rasulullah. Ya, seperti perjalanan ‘safar’ (musafir) menyertai Rasulullah, dan yang lainnya tidak menyertai perjalanan itu. Ya, salatnya dirangkap (dijamak-digabung). Yang tidak menyertai benar, yang menyertai benar juga karena sesuai penyaksiannya. Makanya, kita tidak boleh mempertahankan ego masing-masing dan tidak perlu diperdebatkan.